Desmon : “Lapas Bukan Ruang Hukuman” 









Desmon J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI memimpin rombongannya untuk melakukan Kunjungan Kerja Masa Reses Tahun 2016-2017  ke Pengadilan Tinggi Maluku pada 7 Agustus 2017. Kunker yang berlokasi di Aula Pengadilan Tinggi Ambon ini bertujuan untuk melihat dan mendengar langsung permasalahan yang dihadapi oleh warga pengadilan di wilayah Ambon. Rapat dihadiri oleh 12 (dua belas) anggota komisi III DPR RI, Ketua Pengadilan Tinggi Ambon beserta Ketua Pengadilan Negeri se-wilayah Ambon, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Ambon beserta Ketua Pengadilan Agama se-wilayah Ambon, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon, Kepala Pengadilan Militer III Ambon,  dan Para Hakim Tinggi se-wilayah Ambon. 

Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tinggi Ambon membawahi 4 (empat) Pengadilan Negeri, yaitu Pengadilan Negeri Ambon, Pengadilan Negeri Tual, Pengadilan Negeri Masohi dan Pengadilan Negeri Saumlaki. Dalam pemaparannya Ketua Pengadilan Tinggi Ambon Respatun Wisnu Wardoyo, S.H mengatakan bahwa SK pembangunan 4 (empat) Pengadilan Negeri baru sudah ditandatangani oleh Presiden, hanya proses pembangunannya saja yang belum mulai. “Tanah sudah diberikan oleh Pemda, tinggal menunggu anggaran pembangunannya saja.” Kata Respatun. “Jika gedung baru ini sudah berdiri, tentu saja masyarakat pencari keadilan dari berbagai pulau seperti di Maluku bisa lebih mudah dalam mengurus perkara ke pengadilan.” Terangnya. 

Desmon, selaku ketua rombongan komisi III mengatakan Maluku yang merupakan wilayah kepulauan terbesar di Indonesia memang memerlukan pembangunan pengadilan gedung baru, agar masyarakat bisa lebih mudah menjangkau pengadilan. Selain itu Desmon juga mengatakan agar para hakim lebih teliti dalam memutus perkara, bisa memberi putusan yang adil dan bijak. Dia menjelaskan bahwa sekarang ini lapas-lapas di seluruh Indonesia selalu penuh bahkan overload. “Lapas itu bukan ruang hukuman, karena sesuai Undang-Undang Lapas adalah untuk membina mereka yang berbuat kejahatan agar menjadi lebih baik.” Kata Desmon.  â€œSebelum ke sini saya melakukan kunjungan ke Lapas Ambon, di situ saya berbicara dengan seorang ibu tua usianya sekitar 60-an, dihukum 17 tahun penjara dengan tuduhan membunuh suaminya. Ini adalah tahun keduanya di lapas. Berapa lama lagi dia akan tinggal di situ? Dia mengaku tidak melakukan apa yang dituduhkan. Dan tidak punya uang untuk membayar pengacara agar bisa mengurus kasasinya.” Lanjut Desmon. “Saya hanya bisa pasrah Pak.” Kata Desmon menirukan ucapan sang Ibu.  Desmon berharap bukan hanya kepada hakim tetapi juga kepada jaksa-jaksa di Ambon agar menjalankan tugas dengan baik agar masyarakat bisa mendapatkan keadilan. Menanggapi hal tersebut, Respatun mengatakan bahwa pengadilan bersifat pasif, artinya menyidangkan sesuai dengan bukti yang diberikan oleh kejaksaan dan memberikan putusan sesuai dengan bukti-bukti yang ada. 

Berita ini dikutip dari Situs Resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia 

(@x_cisadane)

Tekan play untuk mengaktifkan fitur baca