Agun : "Tetaplah Bekerja dengan Baik di Wilayah yang Tidak Disukai Banyak Orang"

Komisi III DPR RI melakukan rangkaian kunjungan kerja Masa Reses Masa Persidangan II tahun 2017-2018 ke wilayah Jawa Barat, Gorontalo dan Papua Barat. Untuk Kunjungan Kerja (kunker) ke Papua Barat dipimpin oleh Drs. Agun Gunandjar, S, BC.IP., M.Si pada 14-16 Desember 2017. Dalam kunker ini selain ingin mendengarkan pemaparan dari masing-masing aparat penegak hukum di Papua Barat terkait fungsi penyidikan, penyelidikan dan penuntutan, Agun beserta rombongan juga meninjau secara langsung Lembaga Pemasyarakatan Manokwari. Pemaparan dari Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Kejaksaan, Polda, dan BNN Provinsi Papua Barat  berlokasi di Hotel Aston Papua Barat pada 15 Desember 2017. Masing-masing memaparkan apa yang menjadi pertanyaan Komisi III. 

Wakil ketua Pengadilan Tinggi Jayapura Nyoman Gede Wirya, S.H. M.H., mengatakan dalam pemaparannya bahwa terkait anggaran, Pengadilan Tinggi Jayapura yang membawahi 10 (sepuluh) Pengadilan Negeri di Provinsi Papua ada 7 (tujuh) dan di Provinsi Papua Barat ada 3 (tiga) yang masih kekurangan anggaran, baik untuk proses sidang dan administrasi lainnya. Dalam hal sumber daya manusia, Pak Wirya menceritakan bahwa jumlah Hakim dalam satu Pengadilan di Wilayah Papua hanya ada 4 (empat). Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Papua. Dr. H. Mawardy Amien, S.H., M.H.I, bahwa tidak berbeda jauh dengan Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama di Wilayah Papua lebih memprihatinkan lagi, "Terkait SDM Pengadilan Agama di Papua Barat sangat menyedihkan, Hakimnya hanya 3 (tiga) orang ini sudah termasuk Ketuanya, Paniteranya ada  3 (tiga) dan Stafnya berjumlah 3 (tiga) orang.  Jadi kami bukan hanya tidak bisa tetapi memang tidak boleh cuti maupun sakit" kata pak Mawardy. "Pengadilan Agama Manokwari misalnya, melayani 6 (enam) Kabupaten, idealnya 1 (satu) Kabupaten 1 (satu) Pengadilaan,  jika 1 (satu) Hakim sakit, bagaimana sidang bisa dilakukan. SDM di Pengadilan baik umum maupun agama sangat menyedihkan" tambah Pak Mawardy. 

Menanggapi hal tersebut, Agun mengatakan bahwa persoalan secara umum di Papua Barat adalah letak geografis yang sangat luas dan hanya bisa ditempuh oleh transportasi udara, harus ada organisasi yang tertata dengan baik. Hal ini memang pasti bedampak pada SDM baik kuantitaif maupun kualitatif. Papua Barat membutuhkan anggaran yang memiliki konsep berbeda dengan wilayah lain. Agun menegaskan bahwa seharusnya anggaran setiap daerah dibedakan, tidak bisa dipukul rata karena keadaan daerah di seluruh Indonesia tidaklah sama. Misalnya uang makan untuk warga binaan di lembaga pemasyarakatan yang dipukul rata Rp 17.000,- perorang perhari, di Fak-Fak tidak bisa anggaran sejumlah itu, karena harga beras di sana mahal. Begitu juga dengan jumlah Hakim, Agun menambahkan bahwa daerah seperti Papua Barat ini harus diperhatikan tidak bisa disamakan dengan daerah lain.

Selain anggaran, Agun juga meminta kepada seluruh aparat hukum yang ada di Papua Barat untuk mengaktualisasikan kembali kebijakan lokal, agar masyarakat lokal merasa dilibatkan. Di akhir sambutannya, Agun menyampaikan bahwa bekerja dengan cara terbaik merupakan bagian dari ibadah. "Tetaplah bekerja di wilayah yang tidak disukai banyak oraang. Tetaplah melakukan yang terbaik karena yang terbaik itulah bernilai ibadah."  Tutup Agun. Selain Agun, anggota komisi III yang turut hadir dalam kunker ke Papua Barat ini, Erma Suryani Ranik, S.H. mengatakan bahwa komisi III DPR RI sekarang tengah membahas 7 (tujuh) buah RUU, salah satunya adalah RUU Jabatan Hakim yang sedang dalam proses penyelesaian. Erma menambahkan bahwa semua keluhan dan masukan dari aparat hukum Papua Barat akan dibahas dalam rapat selanjutnya di DPR. 

Berita ini dikutip dari Situs Resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia 

(@x_cisadane)

Tekan play untuk mengaktifkan fitur baca