Inovasi : Pemanfaatan Virtual Account Untuk Pembayaran Biaya Perkara Kasasi/Peninjauan Kembali/Hak Uji Materiil

Menurut Panitera MA, saat ini, penyetoran biaya perkara dilakukan dengan cara transfer ke rekening giro penampung biaya perkara di BNI Syariah. Pengiriman biaya perkara dilakukan oleh pihak berperkara ketika upaya hukum didaftarkan atau dikirimkan oleh pengadilan ketika pemberkasan selesai. Dengan prosedur seperti ini, rekening Kepaniteraan Mahkamah Agung akan menerima biaya perkara sebelum perkara tersebut diregistrasi di Mahkamah Agung bahkan sebelum berkas perkara diterima. â€œKeadaan ini menyulitkan Mahkamah Agung untuk mengidentifikasi peruntukan biaya perkara dengan perkara yang akan ditangani di Mahkamah Agung. Kesulitan ini akan bertambah apabila penyetoran biaya perkara tanpa disertai informasi perkara yang diajukan upaya hukum antara lain : nomor perkara tingkat pertama/banding dan nama pihak berperkara”, ungkap Panitera MA. 

Ketika biaya perkara disetor ke rekening Kepaniteraan Mahkamah Agung, maka ia akan tercampur dengan biaya untuk perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan dan  â€œsisa biaya”  bagi perkara yang sudah selesai. Mahkamah Agung kesulitan untuk memilah mana uang untuk perkara yang belum diregister, mana uang untuk perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan dan mana uang untuk perkara yang sudah selesai. Kondisi ini dari perspektif pengelolaan keuangan merupakan keadaan yang tidak tertib. â€œApalagi saat ini Kepaniteraan Mahkamah Agung memaksimalkan penggunaan biaya proses untuk percepatan penanganan perkara melalui kegiatan koreksi bersama, rapat di luar jam kerja, konsinyering baca berkas, penggandaan berkas untuk kepentingan membaca serentak, dan lain-lain. Penggunaan biaya tersebut saat ini tanpa memperhitungkan apakah uang yang digunakan berasal dari biaya perkara yang sedang diperiksa, atau dikoreksi”, imbuh Panitera MA.


Inovasi : Pemanfaatan Virtual Accountuntuk Pembayaran Biaya Perkara Kasasi/Peninjauan Kembali/Hak Uji Materiil

Menurut Panitera MA, saat ini, penyetoran biaya perkara dilakukan dengan cara transfer ke rekening giro penampung biaya perkara di BNI Syariah. Pengiriman biaya perkara dilakukan oleh pihak berperkara ketika upaya hukum didaftarkan atau dikirimkan oleh pengadilan ketika pemberkasan selesai. Dengan prosedur seperti ini, rekening Kepaniteraan Mahkamah Agung akan menerima biaya perkara sebelum perkara tersebut diregistrasi di Mahkamah Agung bahkan sebelum berkas perkara diterima. â€œKeadaan ini menyulitkan Mahkamah Agung untuk mengidentifikasi peruntukan biaya perkara dengan perkara yang akan ditangani di Mahkamah Agung. Kesulitan ini akan bertambah apabila penyetoran biaya perkara tanpa disertai informasi perkara yang diajukan upaya hukum antara lain : nomor perkara tingkat pertama/banding dan nama pihak berperkara”, ungkap Panitera MA.

Ketika biaya perkara disetor ke rekening Kepaniteraan Mahkamah Agung, maka ia akan tercampur dengan biaya untuk perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan dan  â€œsisa biaya”  bagi perkara yang sudah selesai. Mahkamah Agung kesulitan untuk memilah mana uang untuk perkara yang belum diregister, mana uang untuk perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan dan mana uang untuk perkara yang sudah selesai. Kondisi ini dari perspektif pengelolaan keuangan merupakan keadaan yang tidak tertib. â€œApalagi saat ini Kepaniteraan Mahkamah Agung memaksimalkan penggunaan biaya proses untuk percepatan penanganan perkara melalui kegiatan koreksi bersama, rapat di luar jam kerja, konsinyering baca berkas, penggandaan berkas untuk kepentingan membaca serentak, dan lain-lain. Penggunaan biaya tersebut saat ini tanpa memperhitungkan apakah uang yang digunakan berasal dari biaya perkara yang sedang diperiksa, atau dikoreksi”, imbuh Panitera MA.

Oleh karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan rekomendasi kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mencari solusi atas persoalan tersebut sehingga status uang perkara yang berada dalam rekening bank dapat dipisahkan berdasarkan status penyelesaian perkara, yaitu perkara yang belum terdaftar, perkara yang sedang dalam proses dan perkara yang sudah dikirim ke pengadilan pengaju. Rekomendasi BPK tersebut dipertegas oleh perintah Ketua Mahkamah Agung Nomor : 23.a/KMA/HK.01/IV/2015 tanggal 15 April 2015. Untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK tersebut, Panitera Mahkamah Agung menerbitkan surat Nomor : 1393/PAN/OT.00/9/2015 dan surat Nomor : 1661/PAN/OT.00/9/2016 tanggal 20 September 2016 yang ditujukan kepada seluruh pengadilan tingkat pertama. Kedua surat tersebut pada pokoknya meminta agar pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan bukti setor biaya perkara dilengkapi dengan informasi nomor perkara pengadilan tingkat pertama dan banding serta nama pihak berperkara paling lama 1 x 24 Jam dari waktu transaksi melalui e-mail This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. Setelah dikeluarkannya kebijakan ini, Kepaniteraan Mahkamah Agung tetap belum bisa melakukan apa yang menjadi rekomendasi dari BPK tersebut. 

“Hal ini karena kepatuhan pengadilan terhadap surat Panitera tersebut sangat rendah dan rekapitulasi atas informasi setoran biaya perkara tersebut dilakukan secara manual dan masih perlu membandingkan dengan data rekening koran di Bank”, tegas Panitera MA. Keadaan ini mendorong Kepaniteraan Mahkamah Agung mencari solusi teknologi berbasis produk layanan perbankan. Salah satu produk layanan perbankan yang relevan untuk mengatasi masalah di atas adalah pemanfaatan virtual account (VA) yang saat ini banyak digunakan dalam transaksi perdagangan elektronik (e-commerce). Virtual Account (VA) itu sendiri adalah nomor identifikasi pelanggan (costumers) yang dibuka oleh Bank atas permintaan perusahaan (baca : lembaga) untuk selanjutnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya sebagai nomor rekening tujuan penerimaan (collection). 

Berita ini dikutip dari Situs Resmi Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia 

(@x_cisadane)

Tekan play untuk mengaktifkan fitur baca